April 2015 ~ pratamagta

Saturday, April 25, 2015

Mendung

Seperti bunyi setiap tetesan air yang mulai membasahi permukaan bumi. Gemercik teratur bak melody. Mengalun indah. Laksana rangkaian nada berhamburan dari langit. Sekali lagi kupejamkan mata. Sekali lagi aku melamun dan sekali lagi aku tertegun. Entah untuk keberapa kali aku memutar otak, berlagak seperti memaksimalkan pikiran tuk menemukan sesuatu yang terpendam sebagai rahasia alam.
Pelangi, bukan kah seharusnya kamu sadar bahwa selama ini kamulah yang aku nanti? Seekor katak melompat mengejutkan pandanganku. Menatap tertahan beberapa menit lalu tersadar. Seperti tahun tahun kemarin yang masih percaya bahwa tak aka nada pelangi di malam hari. Tak akan pernah ada seperti yang aku percayai. Lantas, kenapa dedaunan it uterus bergoyang? Bukan kan malam juga tlah berucap bahwa mala mini tak kana da udara bergerak? Teman temanku menyebutnya angin.  Di tengah dedaaunan bergoyang, terdengar untaian nada mengiringi gemercik air hujan. Suara ini tak asing.  Katak itu mulai mendekat secara perlahan lalu menjauh secepat kilat.
Rembulan, bukan kah kemarin sinarmu yang mencoba menerangi langkahku? Gemerlap semu cahayamu mengiringi setiap langkahku. Bintang bintang yang mendampingimu sempat menghiburku di hari hari kemarin. Kemana perginya kau mala mini? Sore tadi aku berdiri di sudut rumahku dan mengharapkan cahayamu mala mini. Bagaimana lagi aku harus melangkah? Sepintas samar terdengar kalimatmu menjanjikan tuk ada untukku di setiap malam. Lantas kenapa kau mengalah dengan hujan. Seberapa besar kuasanya sehingga kau pergi dengan tenang tanpa memberi kabar seperti ini. Rembulan, aku pernah berkata pada matahari bahwa aku tak kan takut ketika senja karna aku yakin malamku akan kau temani. Aku yakinkan diriku tak menemui gelap di setiap malam karna aku masih teringat janji mu di hari itu.
Bintang, sore tadi ketika aku datang di tempat ini  kau menyapaku dengan redup cahayamu. Berjajar bak rasi kau pancarkan keindahanmu dengan redup cahaya yang kau berikan pada ku selepas senja tadi. Kau menenangkan jiwaku ketika aku gundah menanti rembulan yang tak kunjung Nampak. Sejenak aku merasa nyaman dengan keindahanmu sampai kau juga pergi terkalahkan kabut ketika itu. Bintang, kenapa kau menyerah semudah itu? Apa hebatnya kabut, kenapa kau pergi secepat itu. Belum selesai aku menyapamu, belum selesai aku bercanda denganmu dan kau pergi mengalah begitu mudah.
Mendung, selamat kau menang malam ini. Selamat kau berhasil berkuasa lagi malam ini .