Masih kah kau ingat rembulan. Ketika
aku menatapmu semalaman tanpa berpaling. Masihkah kau ingat waktu itu? Ketika aku
meneteskan air mata dan berkeluh kesah dibawah sinarmu. Kegelapan malam itu
sedikit kau terangi dengan cahaya harapanmu. Suasana kelam seketika membius
kalbu ketika aku mulai terisak menikmati perih yang dia berikan padaku.
Aku seperti bermimpi saat itu. Saat
ketika aku menemukannya bersanding bahagia dengan sahabatku. Rembulan, bukankah
kau tau waktu itu dia masih kekasihku. Paham kan apa yang aku ceritakan padamu
malam itu? Dari celah celah ventilasi kamar kau mengintipku ketika kembali
kubenturkan kepalaku di dinding kamar. Hanya diam kau saksikan aku berulangkali
memukul mukul tubuhku sendiri. Aku mendapatimu diam wahai rembulan, disaat aku
benar benar jatuh. Aku merasa terganggu dengan sikapmu itu. Berlari aku keluar
dan berteriak padamu tentang ketidak adilan. Apa kau mendengarku waktu itu?
Apa salahku?? Kenapa kau biarkan
kekasihku bercumbu dengan sahabatku? Apa salahku ?? kenapa kau biarkan aku
berada dalam keadaan sepeti mati. Ketika aku tertunduk lesu di bawah pepohonan
rindang, kenapa kau masih saja diam dan mengintipku dari cela dedaunan?
Aku mencoba berjalan pelan dengan
tenang diantara kerumunan orang menuju tempat aku mengenyam pendidikanku. Mencoba
melupakan apa yang terjadi di waktu kemarin dan kenapa kau membiarkan telingaku
mendengar semua celotehan orang orang itu. Rembulan, seharusnya kau
memberitahuku ketika sahabatku mulai menikmati tubuhnya dimalam itu? Kenapa kau
hanya diam? Kenapa kau biarkan aku mendengar dari orang lain?
Ketika waktu aku duduk dengan
masih tersisa rasa sakit yang dalam di dalam hatiku. Mencoba tenang dan
mendengarkan pelajaran yang memang seharusnya aku pelajari. Kenapa kau waktu
itu membiarkan temanku memberikan buku kenangan antara aku dan dia? Kenapa kau
tak mencegahnya? Kau biarkan aku jadi bahan tertawaan seisi kelas. Dan aku
membencimu wahai rembulan.
Aku duduk mencoba mengurangi rasa
lapar yang ada di perutku dengan beberapa makanan yang sedang aku santap. Kenapa
kau membiarkan sahabatku itu dating dan membentak ku diantara krumunan teman
temanku? Kenapa kau biarkan dia menantangku berkelahi di kantin itu? Kenapa kau
biarkan dia marah marah padaku. Rembulan, seharusnya aku yang kau biarkan
marah. Dia yang merebut bukan aku. Apa aku pengganggu? Lantas kenapa kau
biarkan aku bertahun tahun berhubungan dengannya? Rembulan, aku masih
membencimu.
Lingkungan itu. Aku mulai merasa
tak nyaman.
hidup itu, aku mulai muak
Malam itu aku menikmati bangku
taman baru di kampusku. Aku tertawa bersama teman temanku. Aku bahagia. Kau harusnya
paham itu rembulan. Tapi kenapa sekali lagi kau datangkan dia padaku?
Lingkungan itu. Tak ada satupun
yang benar benar membelaku. Rembulan, apa kau tau ketika aku terkapar lemas
waktu itu. Kenapa aku hanya terpaku dan tak melawan ? seharusnya kau biarkan
aku berdiri rembulan. Kau egois, hanya diam. dan kau biarkan itu terjadi berulang kali.
Rembulan, apa kau bisa membaca? Setiap
apa yang aku tulis bertahun tahun belakangan ini? Jika kau pandai membaca,
pasti kau tahu betapa sulit aku menerima semua ini. Ketika mendengar dia benar
benar sudah berbadan dua. Lagi lagi berita bayu merasuk dalam telingaku.
Rembulan, apa kau bisa membaca? Setiap
apa yang aku tulis sejak bertahun tahun lalu sekjak kejadian itu? Jika kau
pandai membaca pasti kau tahu kenapa emosiku tak setabil ketika memasuki bulan
kelahiranku ini.
Rembulan, apa kau bisa membaca? Setiap
apa yang aku tulis sejak bertahun tahun lalu sekjak kejadian itu? Jika kau
pandai membaca pasti kau mengerti kenapa aku bias membenci tanggal yang
sebelumnya pernah aku nanti nanti.
Rembulan, sebentar lagi 22
oktober dan aku harap di hari itu aku benar benar tertidur pulas seharian, agar
aku tak mampu mengenang pahitnya tanggal itu di beberapa tahun lalu.