July 2012 ~ pratamagta

Sunday, July 29, 2012

Seperti Kupu - Kupu

Kupanggil ia ibu. Perempuan yang menyimpan kesunyian benih-benih padi, membajak petak-petak sawah, dan menyiangi lini-lini rumput di tiap ruas. Selalu riang ia dengan lagu-lagu ketika kaki-kakinya menapak pematang. Angin bahkan menebarkan suaranya mengisi seluruh petak sawah yang menghampar. Di dalam bakul yang ia gendong, ada nasi dengan lauk teri dan sambal pedas yang akan meruapkan liur jika siang datang. Ia membungkusnya sendiri ketika embun masih menggumpal di ujung daun. Lalu sesampai di sawah, ia akan jinjingkan jariknya kemudian mencelupkan kedua kakinya ke dalam lumpur yang kelak akan mengikat kehidupan anak dan cucunya.

Ia membajak sendiri. Baron, kerbau dungu, selalu ia menyebut-nyebut nama hewan itu jika kesal. Kerbau yang diantar oleh seorang tukang angon, si bocah lelaki kecil. Ia mengikat leher Baron pada luku dan membunyikan cambuknya. Maka mulailah ia membajak dan bercakap-cakap dengan Baron seolah ia bercakap-cakap dengan suaminya sampai tanah-tanah itu tersingkap kemudian ditebarnya kompos beserta tahi Baron ke situ. Hingga setiap sawah di kampung ini, suatu hari, dipenuhi oleh perempuan, sebab setiap lelaki turun gunung membangun kota dengan tangan-tangan mereka dan pulang menjelang larut atau kadang sampai berbulan-bulan. Ia, perempuan yang kupanggil ibu itu adalah perempuan yang membunuh birahinya terhadap Rahwana juga Rama. Kelak itu yang aku tahu ketika aku tumbuh dewasa.

Senja, ibu akan pulang bersama Baron ke rumah. Lalu aku akan menurunkan tumpukan jerami untuk santap malam Baron. Kemudian ibu akan segera membakar sebagian tahi Baron untuk menghangatkan tubuh kami dan mengusir nyamuk-nyamuk. Baron tidur di kandangnya yang terletak di samping kiri rumah kami. Dan jika kenyang ia akan melenguh lalu tertidur. Suatu hari aku tak akan lagi jumpai semua itu, dan itu ternyata yang paling aku rindu.

Lelaki di kampung ini telah pergi. Ayahku juga. Tapi ayahku sungguh baik hati. Pernah ketika libur datang, ayah membawa oleh-oleh pupuk dari kota, katanya, supaya ibu tak terlalu sibuk di sawah. Juga bibit-bibit yang cantik. Lalu pernah lagi ketika pulang ayahku membawa televisi. Benda bertabung yang bisa menyala itu, aih lucu sekali menurutku. Bagaimana orang bisa muat berada di dalam tabung sekecil itu. Tak perlu lagi pergi ke sawah, tontonlah telenovela dan berdandanlah seperti bintang film, begitu katanya pada ibu. Lalu aku diberinya jadwal khusus untuk melihat sinetron, siapa tahu rezekimu datang dan kau bisa jadi bintang hingga tak perlu lagi tinggal di kampung, begitu ayahku bilang. Tapi, ah!

Kota masih sesuatu yang asing yang mendengung-dengung di telingaku dari antena radio dan televisi yang pertama kali singgah bertamu di rumah kami. Ke mana ibu yang selalu terbangun oleh kluruk ayam jantan Lik Bawuk dan langsung menyalakan tungku kemudian menjerang air. Ke mana ibu yang mencuci beras di pancuran dekat bilik belakang rumah. Ke mana ibu yang mengenakan jarik dijinjing dan dengan sigap menyiangi rumput-rumput yang mengejar padi. Ke mana ibu yang selalu ajarkan alif ba ta jika selepas magrib. Ke mana ibu yang membenahi selimutku sebelum akhirnya ia juga lelap.

Pagi dini aku sudah mulai membaca. Dan koran-koran mulai berdatangan ke rumahku menebar apa saja. Televisi di rumah kami juga tak berhenti menyiarkan iklan. Maka kebiasaan ibuku mulai berubah. Maka ibuku mulai suka pergi berbelanja ke pasar-pasar. Tapi barang-barang itu tak ditemuinya di pasar. Hingga suatu hari tumbuh mall dan jalan-jalan besar di kampung kami, menepikan sawah, padang tempat domba-domba kami merumput, juga rumah-rumah. Sementara pasar-pasar menjadi semakin kumuh dan tenggelam di sudut rumah. Maka pergilah ibuku ke mall dan berbelanja di sana sampai berjam-jam. Ia jadi lupa jika padi kami harus disiangi. Juga lupa tentang nasi yang ditinggalkannya telah mengerak. Ah, ibu, keluhku. Lalu setiap ibu akan pergi selalu ia berpesan padaku, jangan lupa tebarkan pupuk-pupuk yang dibawa ayahmu. Ingat takarannya. Angkat jemuran dan tanakan nasi. Jangan lupa buat sambal terasi untuk ayahmu jika ia pulang.

Kami tak lagi sibuk menyiangi padi. Padi kami tumbuh lebih setia, tak rewel seperti ibu yang semakin hari semakin asyik memadukan warna lipstik dan baju juga sepatunya buat kondangan ke tetangga seberang rumah. Tapi entah, kenapa lama-kelamaan pupuk itu harus selalu kami beli. Juga ibu yang semakin jarang di rumah. Ibu yang tak lagi memiliki cerita dan dongeng masa lalu untukku, ah kuno, cobalah gaya hidup yang lebih modern, begitu katanya padaku. Ayah membelikan aku koleksi play stasion, sementara ibu membelikanku boneka barbie. Aku tak lagi main engklek atau dakocan. Tak ada kawan. Kami sibuk memperlihatkan apa yang kami miliki, memamerkan satu dengan yang lain dan jika tak memiliki apa yang dimiliki yang lain maka ketika pulang akan merengek lagi.

Zaman telah berubah, jangan ketinggalan. Kau harus lebih sering menonton televisi dan mengikuti perkembangan. Jangan kita dibilang kampungan. Itu memalukan, kata ibu padaku ketika kami makan malam.

Tapi aku lebih suka menatap sawah. Hingga pupuk semakin mahal dan rumah kami tergenang oleh genangan got yang mampat dari sampah pasar yang meruapkan bau tak karuan. Aku lebih suka desau ilalang dan bau tanah yang terguyur hujan. Juga kerlip bintang pari yang kadang timbul tenggelam.

Sampai suatu malam, ibu tak pulang dan ayah tak menceritakan ke mana ibu pergi. Pun aku tak tahu di mana ibu sekarang. Aku hanya berpikir ibu akan baik-baik saja. Hingga semakin hari sawah kami tumbuh semakin menyempit. Entah apa sebab. Ketika ibu menyuruh menjualnya, aku protes. Satu-satunya yang bisa aku nikmati di sini hanya sawah itu. Sebab itu, ibu tak pulang berhari-hari. Tapi aku masih berpikir ibu akan baik-baik saja. Hingga Baron pergi dari kandangnya dan digantikan motor baru. Tapi motor ini tak bisa membajak sawah, pikirku. Dan aku cuma bisa diam selama kami masih baik-baik saja. Ya, kami tetap baik-baik saja.

Musim bediding datang hampir merontokkan gigiku, kembang-kembang mangga banyak yang rontok dan yang tersisa akan menjadi buah masak. Dingin yang menusuk sumsum nyaris tak bisa membuatku tidur. Sebab tahi Baron tak lagi menghangatkan rumah kami. Ayah lupa membeli penghangat ruangan, besok katanya. Aku beranjak ke kamar ibu untuk mengambil jarik, barangkali bisa sedikit memberi hangat untuk selimut, menurutku.

Aku membuka lemari ibu, memilah-milah lipatan tumpukan baju, tapi aku hanya menemukan lembaran kutang dan celana dalam. Akhirnya aku membongkar hingga ke laci-lacinya, tetap tak ada. Aku mencoba mencari di pelosok kamar ibu barangkali ia menyimpan jarik dan kebayanya di tempat lain selain di lemari. Tapi tak juga ada. Beberapa majalah tergeletak sembarangan, sedang di depan cermin berderak kosmetik ibu. Barangkali ibu menjualnya ke tukang loak entah kapan, ketika kutanya ke Lik Kaseno --tukang loak yang biasa lewat di depan rumah kami dan sesekali menjajakan barang rongsokan yang masih sedikit bisa dipakai dari rumah ke rumah-- esok harinya, lelaki itu tak tahu-menahu dan bilang ibu tak pernah menjual loakan apa pun kepadanya. Lalu barangkali ibu memberikannya ke kerabat, sebab aku rasa benda itu keramat, maka kutanya ke beberapa nama dan alamat tanpa rasa malu, tapi tak juga kutemu. Karena kesal aku malam itu tak pulang dan berjalan mengelilingi kota yang mulai tumbuh di kampungku. Lampu-lampu nyaris menubruk bola mataku. Kunang-kunang yang tadinya selalu kutangkap dan kuintip di tangkupan kedua tanganku seolah lenyap tertimbun lampu-lampu yang tak bisa kutangkup. Sesampainya di simpang, di sebuah warung abang kulihat ayah tengah menenggak bir bintang dan memegang kartu as. Aku biarkan saja, barang sekali dua tak apalah untuk mengaso. Di mana ibu, malam-malam begini. Meski aku masih berpikir bahwa ibuku akan baik-baik saja. Sampailah aku di dekat sebuah hotel dan kulihat ibu berdiri di samping pintu gerbangnya. Tersenyum ke setiap lelaki yang lewat di depannya sambil sesekali memegang tangan mereka. Lipstik ibu sungguh tebal seperti ketika sedang menghadiri kondangan di kampung, waktu dulu dan terakhir tiga hari yang silam di tempat Mr John yang kata ibu adalah teman dekatnya. Entah kapan kenal dengannya, sebab sejak dulu di kampungku tak ada yang dipanggil Mister. Aku melihatnya, ibu digandeng seorang lelaki ke dalam hotel itu. Dan aku masih meyakini ibuku akan baik-baik saja.

Besok malamnya aku kembali mengikuti ke mana ibu pergi. Jelang pagi kulihat ibu kenakan jarik dan kemben itu. Ah, lega rasanya. Ternyata ibu masih menyimpannya dan membawa kemana pun ia pergi, aku sedikit riang. Tapi baju keramat itu tak lagi dipakainya menyiangi rumput di sawah kami. Di situ, di antara para lelaki dan sedikit perempuan ibuku menari hingga akhirnya telanjang dan menjelma sawah yang bisa dibajak dan disiangi siapa saja. Dan ibu tak lagi meluku. Juga ayahku tak ada di situ. Bahkan aku yang ada di situ --di salah satu sudut ruang yang temaram dari sebuah pub-- hanya diam. Barangkali juga ayahku. Sebab tak pernah ada pertengkaran di rumah kami. Hingga aku yakin ibuku baik-baik saja. Esok pagi kami masih bersitatap di rumah meski kulihat kemudian ia tertidur dan aku yang membereskan semua pekerjaan di dapur. Pernah aku masih berpikir untuk mencuri jarik dan kebaya itu dari ibu. Sebab aku ingin sekali memakainya, nanti, ketika menikah dengan sedikit harap masih bisa menemukan sepetak sawah dan menganai padi-padinya. Tapi tak ada lagi yang kumiliki. Hanya kenangan tentang ayah, ibu, sawah hijauku, akar-akar juga Baron, kerbauku.

Sebab keesokan harinya ketika aku bangun tak ada lagi pupuk, sebab ayah telah menjual sawah itu. Juga Baron yang telah pergi lebih dulu, dijual ibu. Dan akhirnya, kami bermetamorfosa seperti kupu-kupu. ***

Aku Cinta Kau

Dalam cerpen ini penulis mencoba masuk dalam kehidupan pribadi wanita dan mencoba memahami wanita dengan cara berperan sebagai pemeran utama tokoh utama wanita..
selamat membaca...

Malam terus berlalu tanpa menghiraukan keadaan seorang gadis yang masih menitiskan sisa-sisa tangisan. Dalam sedu yang amat sangat tangisannya makin kuat. Orang ramai kehairanan melihatnya, namun tiada siapa yang ambil peduli. Itula bagusnya Kota Raya metropolitan ini, masing-masing memmbuat hal sendiri.

****************************
"bodohhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!... jantan tak guna…aku lari rumah sebab dia, sanggup dia buat aku camni…"…aku terus menjerit tanpa menghiraukan orang lain. Meluahkan perasaan yang selama ini yang menyiksa hidupku..

" ibu..maafkan Sarah.." aku merintih dalam sayu..mengharap ibuku dapat mendengar suara hatiku
Aku terus berjalan tanpa arah tuju..aku mengikut kakiku..di mana kaki ini berhenti aku akan berhenti tapi saampai bila..aku tak boleh mengalah semata-mata kerana jantan tak guna tu…aku harus tunjukkan dia aku pun boleh hidup tanpa dia..dia ingat dia bagus sangat..blah rrr


"Assalamualaikummm"..ku terdengar satu suara memberi salam. Lantas ku menoleh untuk melihat empunya diri. Kulihat seorang perempuan yang sungguh ayu sekali wajahnya. Memandangku penuh kasih sayang.

"anak ni dari mana?nak kemana?" dia bertanya penuh sopan

"saya…sa…saya xtau nak g mana skang…saya xdak tempat nak tuju" …air mata ku pantas mengalir

"hmm..kalau begitu anak datang rumah makcik je la, lgipun dah lewat ni.."..dia mempelawa Sarah

"btol ke makcik?"

"btol la..lgpon makcik duduk sorg ja..nm makcik JaMilah..panggil ja makcik Milah..nm anak?"

"nm sy Sarah..terima kasih makcik" aku bersyukur padaMU Ya Allah

*************************************

"awak cintakan sy?" Shah bertanya padaku

"mestila Shah..apela Shah ni tnya cmni..Sarah terlalu sygkan Shah..btol-btol syg"..aku begitu pasti hnya Shah milikku

"Shah pun sygkan Sarah..boleh tak mlm ni Shah dtg rumah Sarah?"..Shah memulakan langkah pertamanya

"emmm…boleh ja tp dtg lewat ckit tau..parents Sarah ada mlm ni.."

"haaa..cmnila syg Sarah..love u syg…" aku hanyut dalam pelukannya

Mlm tu….

"psssttt…Sarah..Sarah, Shah kt sini"

"sini Shah"

" mak abah dan tdo ke?"..tnya Shah

"dah…td lg"…blsku malu-malu

"bgusla cmtu.."Shah menunjukkan taringnya

Selepas itu aku dan Shah masing-masing hanyut sehingga la….

"Astagfirullahala"zim…ape kena dgn kau ni Sarah???1!!!!!!!!!!!!!!!!!!..kau dah xtau hokum hakam ke??!!!!!ank derhaka!!!!!!!!!! "..jerkah Haji Said

Pangggggg

Satu tamparan hinggap ke mukaku..aku tak sangka mlm tu abah belum tdo

"hei ..jantan xguna..apa yang kau buat ni haa?!!!..Haji Said mula memukul Shah

"abah..dahla tu bah…ampunkan Sarah..Sarah janji tak wat lg?...esakan Sarah makin kuat

"tepi kau Sarah…kau dengan jantan ni mmg xguna.."Haji Said menyingga

"aku nak kau telefon mak ayah kau sekarang..datang rumah aku mlm ni..kau dengan dia nikah mln ni jugak" arah haji Saiid

"Ya Allah…kenapa ni bang?" Hajjah Kalsom menunjukkan simpati

"ibu tgkla anak ibu ni…dasar anak derhaka..tak pandai jaga maruah"

"ibu…Sarah minta maaf bu…ampunkan Sarah bu" aku menyesal

"pakcik…sy mnta ampun pakcik…ayah ibu sy takde kt sini…diorang kt kampung"..Shah menunjukkan simpati

"kau telefon mlm ni suruh diorag dtg jga!!!!!..marah Haji Said

"Shah..Shah ckp mak ayah Shah pergi luar Negara..ada urusan..Shah tipu Sarah!!!!!...makin kuat tangiisan Sarah

"dah Sarah..abah tak nak dengar Sarah cakap sepatah pun..Sarah percaya lelaki mcm ni tanpa kenal latar belakang pun..abah kesal Sarah, kesal..abah ajar Sarah hokum hakam tp apa yang Sarah buat?..Sarah malukan abah dan ibu.." Haji Said melepaskan kekecewaannya

"Sarah minta ampun ibu! Minta ampun abah!..Sarah jnj tak buat lg"

"ibu..telefon pak imam sekarang..abg nak hal mlm ni selesai mlm ni jga"..arah Haji Said



Malam itu aku sah menjadi isteri kepada Shahrul NIzam..tp apa yg berlaku sebaliknya…


"ibu..abah..Shah dah lari..mcm mna ni ..tlong Sarah bu"..aku kembali menagis

"jantan bedebah..kau buat ank aku mcm ni!!!!"..Haji Said begitu marah

"kau ada alamat dia Sarah?"

"Sarah tak tau bah..dia tak cakap"

"ya Allah Sarah..apa nak jadi dengan kau Sarah??!!!!!! "ibuku menangis teresak mengenagkan nasibku yg di gantung tak bertali

Abah sudah tak tahu apa yang nak di katakan lagi..ibuku menagis tak berhenti-henti…aku?..air mataku sudah kering mengenangkan nasibku..menyesalkah aku?...arghh!!!!! aku dah tekad..apa nak jadi, jadi la..AKU LARI MALAM NI!!!!!!!!!!!

*****************************

"selamat pagi Sarah.."..makcik Milah menyapaku

""errr…selamat pagi makcik…"malu aku..

"marila sarapan nanti kalau ada apa-apa yang Sarah nak cerita kat makcik ceritala, mana tau kalau- kalau makcik boleh tolong..mknla.." pelawa makcik Milah

"terima kasih makcik"..air mataku mula bergenang

"makcik, biar Sarah je yg basuh" pelawa aku

"eh takpela..Sarah pergi jela duduk kt depan tu..nnti makcik basuhkan..pegila nnti makcik datang

Aku melihat burung-burung riang berterbangan bagai tiada apa yg akan berlaku tp tahukah mereka pemburu selalu ada di luar..yg pasti akan menagkap mereka..argghhh!!!…pening-pening…

"Sarah"..makcik Milah menegurku

"ya makcik"

"mari duduk sini…boleh makcik tahu apa yg berlaku dekat Sarah?"

Hatiku mula sebak..air mataku mula menitis dan aku terus menangis..perlahan-lahan aku mula menceritakan apa yang berlaku ..kisah yg mengubah hidupku

"eemmm…apa kata Sarah telefon ibu ngan abah Sarah dulu..bagitau diorang yg Sarah selamat..makcik tak nak diorang susah hati.."..cadang makcik Milah

"tp Sarah tak nak diorang tahu Sarah kt mana..Sarah tak bersedia lagi nak jumpa diorang buat masa ni"

"Sarah tak payahla bagitau srah kt mana..Cuma bgitau je yg Sarah selamat.."pujuk makcik Milah

**************************


"abang..Sarah dah xde bang..dia dah lari bang…" Hajjah Kalsom mengis teresak-teresak

Haji Said sudah tak mampu berkata lagi

Kriiiinnnggg….kringgggg

Haji Said mendapatkan telefon

"Assalamua"laikum""Haji Said memulakan ucapan

"abah..Sarah mnta maaf bah..Sarah selamat ..satu hari nanti Sarah akan balik.."lantas ku meletakkan telefon, aku dah tak mampu mendengar tangisan ibuku

"Sarah ke bang?..ibu nak cakap ngan Sarah.."rayu Hajjah Kalsom

"dia dah letak telefon, dia selamat" Haji Said menuju ke bilik..dia sudah tak dapat memikirkan apa lagi buat masa sekarang, yg pasti di bersyukur anaknya selamat..Alhamdulillah…dan Hajjah Kalsom terus menangis..

******************************


"Sarah..makcik pergi keja dulu ye..Sarah rehatla dulu"

"baik makcik…"..balsku..makcik Milah keja apa eh?..petang-petang baru pegi keja..jangan-jangan kerja GRO?...ishh..takkanla

Aku mula memikirkan nasibku..apela aku nak buat..takkan nak menumpang rumah orang kot….

"haaa?..dah pukul 8?..aku tertidor rupanya..makcik Milah tak balik-balik lagi..peliknya..laparnya

"assalamua"laikum..Sarah bangun Sarah" makcik Milah mengejutku

"eh makcik..dah balik?..kul bpe skang?..aku bingung..aku tertidor lg ke?

"dah kul 12 Sarah..dah makan?..makcik ada bawakan makanan sikit..bangunla mkn"

"terima kasih makcik"..

Setealah aku basuh muka barula terasa segar

"emm..makcik..sebenarnya makcik keja apa?""..aku ingin tahu

"owh, lupa plak..makcik keja kt restoren SEDAP..selalu mula kul 5 camtula..kenape?"makcik Milah tersenyum padaku

"takde apa la..saja nak tahu.."malu la plak piker bukan-bukan..

"Sarah nak keja?"tanya makcik Milah

"keja?..emm..boleh juga tp ada kosong ke?""..aku mula menunjukkan minat

"mestila ada..tidak makcik tak Tanya la Sarah"..aku tergelak kecil..btul juga

"esok ikut makcik"

*********************************

Sedar tak sedar dah 5 bulan aku keja kat situ..dan 5 bulan juga la aku sedar ada sorang mamat ni mcm minat kt aku..aku prasan ke?huhu

Ahh..malasla aku nak pikr..aku takut lelaki tu sama mcm Shah…PEROSAK WANITA

Tp di mana Shah?...rindukah aku pada dia?..atau mcm lagu Aliyah tu..tak mungkin kerana sayang hanya terganggu oleh perasaan?

"hei Sarah..kau kt sini ke?.." tekejut aku

"eh Lina".. mcm nak lari tp kaki tak bergerak plak

"kau keja kt sini ke?..pttla lama tak dengar cerita kau.." Lina terus bertanya

"ha"ah..dah 5 bulan aku keja kt sini..kenape?"..mls aku nak layan..masa aku gembira korang ada tp masa susah semua lari..hampeh punya kawan

"takdela..masa Shah masuk wad aku tak nmpak kau pun..msa dia meninggal lagi la aku tak nmpak kau.." Perli Lina

" apa??!!!..Shah dah mati??"" btolke apa yg aku dengar ni

"kau tak tahu ke Sarah?..dia kena langgar koma seminggu lepas tu chaww.." jawab lina selamba

Gler apa minah ni..org mati cakap chaww je…gembirakah aku@ sedih? Ya Allah kau ampunkan Shah, tempatkan dia di kalangan org yg soleh..aamiin

***************************

"hoi Rizal..tak habis-habis berangan..awek mana plak yg dah kau angau ni?"" sergah Ramlan

"kau ni..kok ye pun tegurla pelaan-pelan ni tak main sergah ja..lama-lama sakit jantung aku tau tak"..marah Rizal

"aku panggil kau dari td kau tak dengar..kira aku baik tau tak jirus kau ngan air sirap bini aku buat ni.." Ramlan ketawa

"yela tu..baikla sangat..rahsia kau tu dalam poket aku je tau..bila-bila masa je aku boleh email kt bini tersyang kau tu"..Rizal membals balik

"ala kau ni..jgnla wat cmtu..kta kawan.." Ramlan mula takut

"haha..tau pun takut..weh..kau ingat tak pempuan yg kat Restoren Sedap tu?" Tanya Rizal

"yg mana?..yg baru tu ke?"

"haa yg tu la..cun kan?" Rizal mula tersenyum sendiri

"eleh mamat ni..geli plak aku tgk.." ramlan ketawa

"kurang asam punya kawan..aku rasa mcm aku dah jatuh cinta la..aku rasa dia bukan sembarangan pempuan..cam tak sesuai ja kerja kt restoren tu..mcm sesuai jadi bini aku ja kan?" Rizal mula berangan

"haha..kau ni buat lawak la..nama pun tak tahu ada hati nak wat bini" Ramlan terus ketawa

"kau tgkla nnti aku akan buat dia jatuh cinta kt aku..kau tgkla nnt" ..Rizal mula memasang angan-angan

****************************

"bos..esok sy nak mntak cuti boleh?ada masalah ckit" pohon aku

"emm baiklah..awak siapkan dulu keja " arah En.Fadhil

"makcik..esok Sarah tak keja tau..dah mnta cuti kt bos td"

"kenape? Sarah nak balik rumah?" Tanya makcik Milah

"eh..situ plak mkcik..takdela ada hal ckit" balasku sambil tersyum

Pagi itu aku terus keluar..aku ingin melawat pusara Shah..dan yg paling penting aku nak tegok ibu dan abah..adakah mereka sihat…ibu, abah Sarah rindu ibu ngan abah..hatiku mula sebak

Selepas melawat pusara Shah aku terus menaiki teksi lalu menuju ke kawasn rumahku..dari jauh aku melihat ibu dan abah sedang menyiram pokok dan mengemaskan kebun mini mereka..aku tahu hujung-hujung minggu itulah aktiviti mereka berdua..hatiku menjerit ingin pulang

Aku meneruskan perjalananku ke Jln Tar..

"hello.." aku terkejut apabila ada seseorang menegurku

"kau tegur aku ke?..aku bertanya

"yela..abih takkan aku tegur makcik yg jual beg tu kot" katanya sambil tersenyum

Mamat ni sewel ke apa..tp mcm penah jumpa?..kt mana eh?

"kau yg kerja kt restoren SEdap tu kan?..dia bertanya

""ha"ah" jawabku pendek

"aku Rizal..pelanggan tetap Restoren tu" sambil menghulurkan tangan

Patutla mcm pernah tgk..mamat ni la yg usha aku selama ni..boleh tahan gak dia ni..huuu

"owh..hai..aku Sarah"jawabku ringkas

"owh..hai Sarah"

Apesal mamat ni .."ada apa-apa yg boleh aku tolong?..tanyaku

"haa..mcm tau je kau ni..aku sebenarnya nak pinjam telefon kau sekejap..telefon aku bateri kong la".. Rizal memulakn langkahnya

"nah..tp msg jela..aku nak jimat kerdit"..jawabku selamba

"kedekut btol..yela..aku msg je la"..balas Rizal

"terima kasih daun keladi ye..kalau boleh nak pinjam lg.." jawab Rizal sambil berlalu pergi

Mamat ni mmg nak kena taekwando ngan aku..nasib baik dia hensem..Sarah gatal!!! Haha

*********************


Akhirnya dapat juga nombor telefon dia..Sarah?..sedap gak nm tu..mlm ni aku akan mulakan operasi aku..hip hip horayyyy!!!!..Rizal terus tersenyum

Lagu Nubhan Ada untukmu mula berkumandang..aku mendapatkan telefonku

"assalamua"laikum"..aku memberi salam

"wa"alaikumussalam..hai Sarah"

"sape ni?.."Sarah hairan

"aik..takkan xkenal..td kau yg bagi nombor telefon kau kt aku".. Rizal tersenyum..seronok dapat mengenakan saarah

"kau ke Rizal?..kau tipu aku eh..kta nak pnjm telefon rupanya kau curi nombor aku ye"..Sarah geram

"ala kau ni relax r ..aku sje nak kawan ngan kau..boleh ke?" Tanya Rizal jujur

"kawan?..bley pecaye ke kau ni?"..duga Sarah

"aku Rizal bin ramli..mak aku rosmah..aku ank ke 2 dr 2 org adik bradik..kira bongsu r..abg aku dah kawin ank baru sorg..aku keja kt ops pusat sains Negara"..terang Rizal

"haha..kelakar r kau ni..aku tak tnya pun..muka tak malu eh kau ni?"..Sarah ketawa..dah lama aku tak ketawa mcm ni..Rizal…Rizal

"abih dah kau tak pecaya..aku xplen jela..kira boleh la ni eh?""..duga Rizal

"haha..yela tu..ok la..aku nak tido la besok aku keja..nite"..Sarah meletakkan telefom smbil tersenyum

Masih ada ruangkah di hatiku untuk lelaki?..

Rizal merenung siling rumahnya..dia terlalu gembira kerana impiannya semakin tercapai

Semenjak hari itu, aku dan Rizal bertambah rapat dan bibit-bibit bunga cinta mula mekar di hatiku dan dia..tp yg pasti dia tidak tahu kisah silam ku lg..

Suasana pd pg itu sunnguh tenag sekali..mcm biasa aku dan Rizal bersiar-siar di KLCC pd hujung minggu

"Sarah"..pangil Rizal lembut

"yup.."

"boleh tak kau datang rumah aku mgu depan?"..aku terkejut

"haa?..kenapa Rizal?.."..aku mula ketar

"mak aku nak jumpa kau..dia begitu seronok apabila tahu aku kwn ngan kau"..balas Rizal bahagia

Aku terkesima..aku rasa dah sampai masa aku bagitau Rizal cerita yg sebenar

"Rizal..sebenarnya aku ada bnda nak bagitau kau"..Sarah teragak-agak

"ada apa?..Rizal kehairanan

"sebenarnya kau tak kenal aku lgi"…aku mula memberitahunya kisah sebenar..selama ini aku tipu dia yg aku menumpamg rumah ibu saudara aku

.suasana sepi..Rizal terdiam tanpa sepatah kata..dia bangun dan terus meninggalkanku..aku menangis teresak-esak..org ramai melihat aku..sejak hari tu , Rizal terus menyepi, restoren pun dia dah tak datang..aku pasrah..satu hari…

"Sarah"..aku hampir menangis apabila Rizal di hadapanku

"aku cintakan kau..aku tak kisah dengan apa yang terjadi..tu kisah kau yg dulu..kita bina hidup baru Sarah?"..Rizal memujukku..aku begitu gembira..makcik Milah yg mendengar turut mengalirkan air mata

***********************

"bang..pegila pasar sekeja beli barng-barang..hari ni bakal menatu kita nak datang..Mah nak ajak kwn-kwn Mah datang sini tgk bakal menatu kita"…Puan Rosmah menyuruh En. Ramli membeli barang..Puan Rosmah begitu seronok apabila Rizal ingin membawa pulang bakal menantunya

"yela Mah..nnti abag belikan"..En. Ramli malas nak campur tangan yang penting anak-anak dia bahagia

"Assalamua"laikum mak ayah"..Rizal memberi salam

"eh..dah sampai pun..masukla..cantiknya bakal menantu mak ni..pandai Rizal cari"..Puan Rosmah memuji

Aku tersenyum malu padahal aku ketar abih

"dah sampai ke bakal menantu kau tu Rosmah?"..tnya Puan Saadah

"dah..kt depan tu..pergila tgk"..sambil tersenyu

"mcm mna ?..ok tak?..tanya Puan Rosmah

"emmm..aku bukan nak bawa mulut Rosmah tp aku mcm kenal la bakal menantu kau tu?..Puan Saadah teragak-agak ingin bercerita

"apa maksud kau ni Saadah?"..Puan Rosmah mula takut

"sebenarnya tu la anak Hajjah Kalsom yg aku cerita tu"..Puan Saadah terus bercerita

Puan Rosmah seakan-akan tidak percaya…

"hei pempuan!!kau keluar dari rumah aku sekarang juga!!pempuan tak tahu malu..kau ingat aku tak tau kisah kau!!!"..Jerkkah Puan Rosmah

Aku terkejut..tanpa semena-mena air mataku mengalir..aku terus berlari keluar..YaAllah..apa lagi dugaan yg akan menimpaku..Kau ampunkanlah dosaku Ya Rabbi..

"Sarah..tunggu Sarah"..Rizal mengejarku

"Rizal!!!kau masuk aku taknak kau kawin dengan pempuan mcm tu..banyk lgi pempuan kt luar tu yg elok-elok"..Puan Rosmah menyigga

"mak..sampai hati mak ckp Sarah mcm tu..Rizal tak kisah mak Sarah mcm mana"..bentak Rizal

"aku cakap aku tak suka tak suka la..kau naik atas sekarang"..arah Puan Rosmah

En. Ramli terus menahan sabar..dia tau selama ini dia tidak berani melawan ckp isterinya. Dulu dia hanyala pemandu ayah Puan Rosmah tp kali ni dia tekad demi kebahagian anak-anaknya

"kenapa dengan awk ni Rosmah?..kalau dah Rizal nak biarla"..marah En. Ramli

"abag tu diam..sy taksuka"..balas Puan Rosmah

"awk sedar sikit Rosmah..dulu pun awk mcm tu..ayah awak yg paksa abg kawin ngan awk.."..En. Ramli mengingatkan Puan Rosmah. Puan Rosmah kelu tak berkata



*************************


Seminggu berlalu..aku masih begini..saban hari Rizal menghantar pesanan minta maaf..bukan aku tak cinta kau Rizal tp mak kau tak suka aku…hati Sarah mula bergenang

"Sarah"

"owh makcik..ada apa makcik?""tanyaku

"ada org nak jumpa Sarah"..aku semakin hairan..Rizalkah?

Aku begitu terkejut…ibu?abah?..aku berlari mendapatkan ibuku..

"Sarah minta maaf bu..ampunkan Sarah"..aku menangis teresak-esak

"abah, Sarah mintak maaf,mntak ampun"

"abah dan ibu dah lama maafkan Sarah"..balas Haji Said

"Sarah.." aku semakin keliru

"makcik?pakcik?..Rizal?..apa ni bah..Sarah tak pahamla"..aku bertambah keliru

"Sarah..makcik minta maaf sebab makcik cakap mcmtu dengan Sarah"..Puan Rosmah terus memeluk aku sambil menangis

Aku terkedu seketika..tp aku gembira

"Sarah..makcik kalsom dah datang jumpa ibu ngan abah..dia dah cerita semuanya"

"dan juga dia datang pinag Sarah"..Haji Said mencelah

Aku menangis kegembiraan. Aku memandang Rizal penuh kerinduan..Rizal tersyum

**************************

Hari yang di nantikan pun tiba..hari ini aku akan menjadi isteri kepada Mohd Rizal bin Mohd Ramli. Dengan sekali lafaz aku sah menjadi isterinya.

"Sarah, nanti bila Rizal sarungkan cincin cium tangan dia tau" pesan ibuku

Selepas Rizal menyarungkan cincin aku begitu gembira

"Sarah, aku cintakan kau"..Rizal separuh berbisik sambil mengucup dahiku

"takkan dah kawin pun aku kau lagi..abg sayangla plak"..perli abahku..

Orang sekelilingku mula ketawa..aku malu tp aku bahagia sekali..aku bersyukur YaAllah..Rizal..aku pun cinta kau…

Saturday, July 28, 2012

Bisikan Angin


          Ada kalanya camar lelah terbang menyapa angin. angin tanpa bentuk yang hanya berasa-rasa. Angin-angin menelisik ke tiap lubang-lubang sekedar menakzim apapun. Zaman semakin berkerut seperti wajah lansia penyot. Letihnya dari teknologi yang membunuh segala samudera. Angin mencatatnya sebab dialah semua akan terungkap. Telingamu selebar benua, pantaslah dengar bisik-bisik angin mengeluh sendu.
         Teropong ke luas jagad meski tidak perlulah sampai ke nebula. Bukankah kini napasmu semakin sempit karena asap kotor perlahan menarik ruhmu? Cerobong pabrik dan knalpot hitam menjalar semau. Barang kali, jika bisa mengintip lewat rahim pada seluas bumi, para jabang bayi enggan bersapa dengan angin dunia bahkan memilih diam dalam rahim. Sebab buku catatan pesakit asma tumpukmenumpuk.
     Janganlah kita membuat kisah trauma para pendatang kehidupan. Karena teknologi pembunuh yang kian bawa kebulan virus asap bisa terendap. Masuk garasi. Pabrik mati. Atau saringlah jadi pahlawan super di antara keliar angin yang tak pernah berujung pada hitungan. Atau kayuhlah rodaroda jari dalam peluh tenaga sepasang kaki berbetis dan cepatnya langkah menantang angin. Di sanalah, kau terbebas.
          Bicara pula pada pepohon, sekiranya mereka mau menghirup kebulan asap untuk membingkis pada kami sebuah jernih untuk paraparu kami. Hingga tak usalah pegunungan dengan sawah aduhainya berhijrah ke kota. Karena nuansa hijau bisa lahir juga dalam detik terakhir yang tanggalkan ringis sakit.


by. Pratama Galang 

TOPENG


Sudah tiga hari Nalar demam. Biasanya demamnya cepat hilang begitu dikompres air atau keningnya ditempeli irisan bawang merah. Kemarin neneknya sudah membawa dia ke Mak Moyong—dukun anak. Kata si dukun kena sawan. Tapi demamnya tak juga turun ketika ia dipaksa neneknya minum jamu dari Mak Moyong.
Kalau sore ini aku dapat gaji mingguan, Nalar akan langsung kubawa ke Dokter Kiki. Puskesmas sudah tutup saat aku bubaran pabrik. Tidak tega aku jika menunggu sampai besok. Demam Nalar begitu tinggi. Lagi pula penyebabnya aku sendiri. Sebagai ibu dan penyebab sakitnya, aku harus bertanggung jawab. Apalagi sudah setahun ini hubunganku dan Nalar tak begitu hangat.
Penyebabnya, ketika setahun lalu, ia melihat aku nopeng dengan Ibu di kampung, Nalar memaksaku untuk mengajarinya nopeng. Aku menolak. Sudah cukup rasanya garis keturunan penari topeng berhenti di tubuhku. Lagi pula tanggapan nopeng sudah tidak sebanyak dulu saat aku remaja. Sejak tak banyak tawaran nari, aku memutuskan jadi buruh rokok. Pemasukan rutin meski sedikit ternyata lebih mampu menyambung hidup kami bertiga: aku, ibu, dan Nalar.
Selain soal penghasilan, aku tidak tega jika membiarkan Nalar melalui sejumlah ritual yang harus kujalani dulu. Puasa mutih, ngrowot, Senin-Kamis, belum lagi dalam waktu-waktu tertentu harus tidur di lantai tanpa alas, hingga tapa kungkum. Aku menjalaninya karena tidak ada pilihan lain. Bukannya aku tidak suka menari. Namun, aku harus realistis. Rumah ini sudah kehilangan para lelakinya. Baik ayahku maupun suamiku. Mereka ditakdirkan meninggal mendahului para istrinya. Sungguh tak mungkin jika menjadikan ibuku di usia larutnya harus ikut mencari uang. Cukuplah aku.
Melihat kondisi ini, wajar rasanya jika aku tak menginginkan Nalar menjadi penari topeng. Seperti anak-anak lainnya, aku ingin ia sekolah sampai semampuku membiayainya. Setelah lulus, ia bisa kerja di pabrik, penjaga toko, atau sales.
Harapanku pupus ketika tiga bulan lalu, Nalar diajak ibu mengunjungi makam Mbah Buyut di Desa Gabusan. Dua jam perjalanan naik bus. Sepulang dari sana, Nalar langsung mengobrak-abrik topeng-topeng yang sudah kusimpan rapi di dalam lemari kamarku. Di depanku, ia langsung memasang sampur yang dibelitkan di pinggang dan memasang topeng di wajahnya dengan cara digigit. Saat kutanya, ibuku membantah telah mengajarinya menari. Nalar sendiri tak mengatakan apa pun. Ia hanya menari menandak-nandak dan baru terdiam saat kucopot paksa topeng di wajahnya.
Bukannya meredam keinginan Nalar, ibuku malah semakin bersemangat mengajari Nalar menari. Dengan sisa gamelan di rumah, Ibu mengiringi Nalar menari. Bocah itu paling suka gerakan lerep sambil mengentakkan kaki ke tanah. Jika hanya menari, sebenarnya aku tak terlalu kesal. Aku hanya tak suka ketika Ibu mulai mengajari berbagai tirakat yang pernah diajarkannya kepadaku saat seusia Nalar. Anak itu sudah terlalu kurus untuk ikut-ikutan puasa dan sejenisnya. Sebagai ibunya, aku malu jika Nalar dianggap kurang gizi. Ditaruh ke mana mukaku. Seolah aku tidak cukup memberinya makan.
Inilah kenapa aku tak suka berharap. Berkali-kali aku dikhianati harapan. Aku berharap Nalar bisa kerja di pabrik, penjaga toko, atau sales. Setidaknya dengan tetap menjadi buruh nglinting rokok, aku bisa membiayainya sampai SMA. Memang ia baru tujuh tahun. Masih bisa ia berubah mengikuti harapanku. Tapi sekali lagi, aku benci berharap. Sangat membencinya ketika ayahku meninggal karena malaria, dan suamiku tak pernah pulang sejak pamit melaut tiga tahun silam.
Hanya tersisa satu lelaki di keluarga kami. Danu, kakak Nalar yang sekarang sudah kelas enam SD. Seharusnya aku seperti kebanyakan keluarga lainnya di kampungku, yang menaruh harapan ke anak lelakinya. Tapi bagiku, Danu tidak bisa diharapkan. Aku tidak bisa memercayai anak yang kulahirkan tanpa kutahu siapa ayahnya.
Mungkin karena aku tak menerima kehadirannya, Danu juga tak memedulikan kehadiranku. Ia lebih peduli pada Nalar. Baginya, Nalar lebih dari sekadar adik seibu. Nalar seolah dolanan yang tak pernah kubelikan sejak ia bisa merengek. Dolanan yang bisa membalas setiap sentuhan dan perhatiannya.
Sejak Nalar belajar menari, Danu tak lagi sering menghabiskan waktu dengan bocah-bocah lelaki yang kerap nongkrong di warung kopi Pak Gatot. Dulu, ia kupergoki terbatuk-batuk saat mengisap rokok pemberian anak-anak itu. Begitu aku lewat di depan warung, ia langsung klepas klepus berlebihan sambil duduk menekuk salah satu kakinya seperti gaya sopir truk yang suka mangkal di warung itu.
Belakangan ini, Danu lebih suka menunggui Nalar belajar joget. Ia menonton sambil menatah kayu randu untuk membuat topeng. Aku tak tahu dari siapa ia belajar. Pasti hanya coba-coba. Dari yang semula hasilnya topeng peyot, Danu mulai bisa menatahnya seukuran wajah Nalar.
Sebenarnya aku senang, Danu jadi tak banyak nongkrong di warung. Tapi tetap saja aku memiliki banyak celah untuk memarahinya. Apalagi jika aku pulang dari pabrik dalam keadaan lelah teramat sangat. Teras rumah penuh serpihan kayu, menjadi benda yang cocok sekali untuk kuraup dan kulemparkan ke wajahnya. Sambil kelilipan, biasanya Danu hanya menyimpan marah dan mengambil sapu lidi. Nalar hanya bisa menangis.
Kemarahanku pada Danu semakin memuncak dengan sakitnya Nalar. Gara-garanya empat hari lalu ketika aku mendapat tanggapan nari di kampung sebelah. Juragan beras desa sebelah menang jadi lurah. Aku diminta nari tayub dengan Yu Wasis. Ibu sebenarnya sudah tidak setuju aku tayuban. Lebih baik nopeng saja. Katanya, nopeng lebih terhormat ketimbang nayub. Aku sudah persetan dengan alasan itu. Yang penting ada uang beli beras.
Sepeninggalku, ternyata Nalar mencariku. Begitu ia dengar dari Danu bahwa aku dapat tanggapan nari, ia merajuk ingin menonton. Pikirnya aku nopeng. Danu berhasil meyakinkan mbahnya jika ia bisa menjaga Nalar. Segera saja keduanya menyusul tanpa sepengetahuanku.
Aku tak tahu kapan mereka sampai. Perhatianku lebih tersita ke berapa banyak lelaki berwajah berahi yang bisa kukalungi sampur. Mereka jelas-jelas lebih royal menyisipkan uang kertas ke dalam kembenku. Semakin malam, misiku tak cukup puas dengan puluhan tangan yang merogoh dadaku. Juragan beras yang punya gawe konon penggemar rahasiaku. Dia pasti bakal nyangoni aku duit berlembar-lembar jika bisa mengajaknya tidur. Sayangnya, niatku gagal ketika menjelang tengah malam, kulihat Nalar dan Danu berdiri termangu di deretan belakang penonton. Aku baru menyadari kehadiran mereka ketika hanya tinggal puluhan lelaki dewasa. Garis genit di bibirku mendadak wagu begitu melihat wajah pasi Nalar. Ia terlihat mimbik-mimbik tepat saat Kang Jono menyusup belahan dadaku. Aku langsung berlari turun dari panggung. Kuseret kedua anakku menjauh dari tempat itu. Biarlah malam itu menjadi rezeki Yu Wasis.
Sepanjang jalan pulang, kugelandang kedua anakku dengan perasaan kisruh. Di gendonganku, Nalar terus membenamkan wajahnya di cerukan dua buah dadaku. Sementara Danu tak mengeluarkan suara apa pun. Hanya bunyi srak-sruk kedua kaki telanjangnya yang bergegas mengikuti langkah kakiku.
Begitu sampai rumah, aku langsung masuk kamar dan membaringkan Nalar yang ternyata sudah tertidur. Setelah itu, aku keluar dan menarik tangan Danu yang sedari tadi berdiri mematung di ruang tengah. Tak kupedulikan teriakan ibuku yang sibuk bertanya ono opo tho iki sambil membenahi rambutnya yang acak-acakan selepas tidur. Aku menuju kamar penyimpanan topeng. Setahuku, Danu sangat takut masuk kamar itu. Setengah kudorong tubuhnya. Tak kupedulikan tangisnya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, aku mengunci pintu. Masih sempat kudengar isak Danu dari dalam.
Paginya, aku terbangun oleh igauan Nalar dan panas keningnya yang menyengat ketiakku. ”Mas Danu. Mas Danu,” igaunya sambil merem. Lirih suaranya memanggil kakaknya membuatku beranjak dari kasur. Niatku untuk terus mengurung Danu kubatalkan. Setidaknya, jika merasakan kehadiran Danu, Nalar agak tenang.
Tak kutemukan Danu di kamar hukuman. Kudapati selot pintu pengunci tak lagi terpasang. Ibu pasti melepaskannya tadi pagi. Tapi saat kutanya, ia menyanggah. ”Tadi pagi saat bangun, pintunya sudah seperti itu,” ujar Ibu sambil memarut kelapa. Sejak saat itu, tak lagi kudapati Danu pulang.
Suhu badan Nalar sering naik turun sejak kepergian Danu. Sudah beberapa kali kubawa ke puskesmas dan dokter yang harganya lebih mahal, mereka tidak menemukan penyebab pastinya. Bermacam obat, baik yang resmi maupun alternatif, telah dicoba. Namun, hasilnya tetap sama saja. Nalar hanya terlihat anteng dan membaik kondisinya setiap kali menggenggam topeng yang dibuatkan Danu untuknya.
Sejak Nalar tak stabil kondisinya, keuanganku makin memprihatinkan. Sudah beberapa minggu pabrik tutup untuk sementara. Beberapa teman mengabarkan perusahaan rokok keluarga yang sudah berdiri sejak 50 tahun ini akan dijual. Tanggapan tayub pun mulai berkurang. Untunglah dua hari lalu, Pak Saidi, penabuh gamelan yang sering mengiringi aku nari, mengabarkan ada acara kampanye yang menginginkan tari topeng.
”Kok bukan tayub Pak?” tanyaku.
”Tayub memang lebih ramai. Tapi kampanyenya ini katanya pengen pengisi acaranya sopan. Terus karena kampanyenya soal apa sih itu namanya, kepedulian pada seni bangsa sendiri, makanya mereka ngumpulin beberapa kelompok seni di daerah ini,” kata Pak Saidi.
”Tapi yang dipilih yang sopan. Itu namanya enggak adil,” protesku.
”Ndak ngerti lah aku. Manut aja. Terus mereka minta topengnya dicat ijo semua, biar katanya peduli lingkungan.”
”Piye tho, katanya tadi peduli kesenian. Terus sekarang peduli lingkungan.”
”Yah, namanya juga kampanye biar kepilih. Apa saja biar ketok apik tho,” tukas Pak Saidi.
Tak kupedulikan tangisan Nalar yang memprotes topeng-topeng di rumah menjadi hijau. Hanya satu topeng yang tak kuganti warnanya. Topeng seukuran wajahnya yang dibuatkan Danu untuknya. Aku tak mau ambil risiko panasnya naik lagi di saat aku menari. Setidaknya setelah aku mendapat uang bayaran pentas, ia bisa kubawa ke dokter di kota.
Sore itu kuwanti-wanti ibu untuk menjaga Nalar di rumah. Sejak demam, aku memang tak pernah berani meninggalkannya cukup lama. Nalar masih ngambek saat aku pamitan. Ia menolak kucium pipi gembilnya. Bahkan, Nalar tak mau melihatku. Diselusupkan kepalanya di antara kaki mbahnya.
Aku mendapat giliran kedua setelah grup musik angklung yang menjadi hiburan pertama setelah pimpinan partai yang tengah kampanye memberikan kata sambutan. Meski bukan kampanye resmi, pesta rakyat yang diadakan sebuah partai itu dipadati warga desa yang haus akan hiburan. Apalagi sebelum acara dimulai dibagi sembako gratis.
Dengan takzim kupasang topeng di wajahku. Perlahan aku beranjak dari duduk bersilaku. Dari posisi yang membelakangi punggung, aku memutar badanku setelah yakin posisi topeng tak goyah. Saat itulah, ketika kuedarkan pandangan dari lubang di bagian mata topengku, aku melihat Nalar dan Danu berdiri di antara para penonton di bagian belakang. Mereka bergandengan tangan. Tarianku terhenti. Tubuhku beku. Di balik topengku, kulihat Nalar tersenyum. Sebelah tangannya menggenggam topeng kesayangannya. Perlahan ia memasang topeng itu di wajahnya. Sambil tetap bergandengan, kedua anakku berbalik. Melangkah menjauh entah ke mana. Itulah kali terakhir kulihat mereka berdua.

Saturday, July 21, 2012

Tips cara pacaran yang sehat di bulan puasa ramadhan

Tips cara pacaran yang sehat di bulan puasa ramadhan, cara pacaran yang sehat saat menjalankan ibadah puasa.

Di lihat dari judulnya, pasti temen-temen udah tahu, apa sih yang akan di bahas pada postingan kali ini? ahay, yes. Anda benar sodaraku. Yang jelas bukan cara efektif nyatokin rambut berbasis mikrokontroler, kali ini saya mengusung TIPS Pacaran di Bulan Ramadhan! Hmm..cocok banget buat anak muda kaya saya. Saya muda loh...

Sebelumnya TIPS-TIPS saya ini udah bersertifikat paten, biar enggak di klaim Malaysia gitu. Kan lagi musim tuh, klaim mengklaim. Oke, tanpa banyak pemanasan, kita mulai TIPS yang pertamah!!!

1. Dont Touch
Tips ini celaka buat para pacaraners yang hobi banget nyentuh-nyentuh pacarnya. Biasanya laki-laki nih yang hobi, tapi enggak menutup kemungkinan cewek juga doyan. Inti puasa kan menahan hawa nafsu, jadi tahanlah nafsu kamu-kamu buat menyentuh walopun itu berat. tapi, masa berat sih? cuma enggak nyentuh doang kok berat? Kan aktifitas sentuh menyentuh bisa di ganti dengan lomba lari keliling kampung, lebih sehat dan sarat muatan kearifan lokal.

Contoh Kasus :
Setting --> dalam bioskop XXI lagi nonton

Cewek : Mas, tanganmu di jaga dong!! Ini tuh lagi puasa, harus menahan hawa nafsu.
Cowok : Lho? tanganku ndak ngapa-ngapain kok? dua-duanya lagi tak pake ngupil. Lho ini lho, liat!
Cewek : Lha terus yang dikantongku opo? geli-geli semriwing gitu!
Cowok : Lha wong hamster kamu kantongin, yo jelas GELI! Aneh-aneh wae..
Cewek : Oh iyo ding..

Pesan Moral : jangan nyimpen hamster di kantong, bisa mati hamsternya.

2. Hindari berduaan
Temen saya, NurQomaruddin, pernah bilang kalo ada orang berdua-duaan maka yang ketiga adalah syaiton. Nah, supaya nafsu tetap terjaga, kurangi frekuensi berdua-duaan. Ato sebisa mungkin hindari. Biasanya anak muda jaman sekarang pinter-pinter nih, modus berdua-duaannya canggih-canggih. Ada tadarus berdua, pengajian berdua, buka puasa berdua, nonton ceramah KH Zainuddin MZ berdua, dan berdua-dua yang lainnya. Hati-hati, jangan mengotori susu sebelangan gara-gara nila setitik. Enggak asik tau.

Contoh kasus:
Cowok : Hani Bani, ayok kita semarakkan ramadhan kali ini dengan tadarus berdua!
Cewek : Ayok! Kebetulan ini aku lagi di Masjid Nurul Hakim. Ayo kita ngaji sampe 25 Juz!
Cowok : Ya udah Hani Bani, aku kesana yah!
Cewek : Kamu ke Masjid al-mizan ajah.
Cowok : Loh? kok gitu hani Bani? lagian jarak dua masjid itu kan 30 kilo?
Cewek : Iya, jadi nanti kalo aku selese ngaji satu Juz, kamu aku sms. Terus gantian kamu yang ngaji satu Juz.
Cowok : .....
Cewek : esensinya kan berdua? kenapa? protes? enggak suka? enggak mau? putus aja deh kalo gitu...

Pesan Moral : banyak jalan menuju Roma sodaraku.
http://lh3.ggpht.com/_52XVc963sGw/S2o-twDlu_I/AAAAAAAABzg/IcSX0sDiuOA/s512/Jomblo.jpg


3. Hindari Bujuk Rayu Gombal Cis Pret
Ini nih, ada pantangan yang dilanggar dalam berpuasa ketika kamu melakukan ritual bujuk rayu cis pret. Biasanya yang cowok-cowok nih yang sering. Oke, pantangan yang di langgar adalah : berbohong. Bujuk rayu Gombal Cis Pret rentan sekali dengan kebohongan. Pacar gemuk dibilang langsing, kecil dibilang efisien, botak dibilang irit, jelek dibilang ganteng dan setia. Daripada berbujuk rayu gombal cis pret, lebih baik kamu alihkan tema pembicaraan ke tema-tema kemanusiaan seperti: gempa di tasik, angka kemiskinan di Indonesia, solusi pencegahan perdagangan anak-anak, dan lain-lain.

Contoh Kasus:
cowok : Dik, kamu kok kelihatan manis dan langsing sih? minum sinzui ya?
cewek : Itu sabun, Bang.
cowok : Oh, ah..intinya kamu cantik banget hari ini. Ehem, kamu tau enggak? indahnya rembulan tak sanggup un..
cewek : Bang, serem ya gempa di tasik kemaren. banyak banget makan korban. Apalagi yang di cianjur tu disertai longsor. Enggak kebayang deh, rasanya gimana. Jiwa sosial saya bergetar, Bang. Ada tuh ya, bang. Seorang cowok yg lagi ngerayu-ngerayu pacarnya gitu, persis kaya kita ginih, terus tiba-tiba ketiban longsor. Mati Bang, MATI!
cowok : *nelen ludah

Pesan Moral : jangan ngerayu di deket area rawan longsor.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7Ad93YeUzRLOrq45c-LwGdZy3JAvOKqV2-B0yYqTNeh4LBdELwXEupMTsZIYAjBCfUbiKcwsGI3f_b6VYOgNZhh9ZJXE1RLoKEdYr2WupK28WHzT6A1LIeswMZj6e4N9VGBcYxh8X_fVy/s1600/propose-a-girl1.jpg

4. Be Serious
Nah, jadikan momen ramadhan ini sebagai momen untuk membawa hubungan kalian ke arah yang lebih serius. Jangan disitu-situ aja, jangan biarkan syaiton berkutat dalam hubungan kalian. Segera ambil tanggung jawab secara utuh. Buat yang laki-laki, temuin ortunya dan bilang dengan lantang : " Saya suka dengan BAPAK. eh, maksudnya Saya suka dengan ANAK BAPAK!" Buat yang cewek, mulailah melakukan perundingan dengan orang tua. "jadi pah, mah, Rina uda sreg banget ama mas Jono, udah klop kaya perangko ama tukang jual prangko nya. Kita pengin membawa hubungan ini ke arah yang serius.." Ingat, friend. Ramadhan bulan penuh berkah.

Contoh kasus :
Cowok : Bapak, SAYA SUKA DENGAN ANAK BAPAK!! *Berbicara keras dan lantang
Bapak : so?
Cowok : BULAN INI BULAN PENUH BERKAH!! SAYA INGIN MEMINANG ANAK BAPAK!
Bapak : Saya tolak..
Cowok : Lhah? kenapa pak? APA SAYA KURANG DEWASA?
Bapak : tetap saya tolak.
Cowok : Sungguh ter la lu..EMANG KENAPA SIH PAK?
Bapak : KAMU ENGGAK LIAT APA MUKA SAYA BASAH GINI. TELINGA SAYA MASIH BERFUNGSI DENGAN BAIK! KALO NGOMONG MBOK YA NDAK USAH TERIAK-TERIAK, MUNCRATNYA ITU LOH NDAK PAKE ANALISIS..!!

Pesan Moral : harus sopan di depan orang tua.


Empat TIPS saya rasa udah cukup, sesuai dengan program KB yang dua anak cukup. (*enggak nyambung?lanjut) Kalo kebanyakan tips bisa mabok. Kalo mabok bisa batal puasanya. Semoga berguna buat para pacaraners di sana!