May 2013 ~ pratamagta

Thursday, May 23, 2013

The Memories from a bowl of ice cream


Ini sudah mangkuk es krim kedua yang aku lahap malam itu, tak peduli aku sudah dua jam duduk di kedai ini. Pelayan tua kedai itu kadang sesekali memalingkan tatapannya dari Koran pagi harinya kearah ku. Mungkin dia pikir aku kurang waras, di cuaca sedingin ini dan sedang hujan deras diluar sana, ada pria yang masih menikmati es krim sampai mangkuk kedua, tenang saja pak tua gumam ku dalam hati mungkin akan ada mangkuk yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Aku tak peduli.


Hap, sendok demi sendok aku nikmati, tatapanku hanya menatap kosong pada suatu titik sembarang di sudut kedai itu. kenangan demi kenangan aku putar di pelupuk mataku, seperti komedi putar yang sedang memutar scene demi scene. Membuat hati ini campur aduk dan sedikit sesak. Me-rewind semua rutinitas gila makan es krim ini dari mana asalnya, kalo bukan dari dirinya.
***

3 tahun yang lalu. Di kedai es krim yang sama

Wajahnya yang sedikit pucat dan tirus, rambut nya yang agak panjang, sedikit berantakan, dia tersenyum menatap ku penasaran, menunggu pendapatku tentang rasa es krim yang barusan aku cicipi.

“Gimana?” tatapnya penasaran, air mukanya mulai serius melihat ekspresiku yang mengerutkan dahi seperti ada yang salah dengan es krim yang kumakan.

“Tunggu!” jawabku sambil memutar mata seolah berfikir serius mendikripsikan Sesuatu yang sedang lumer dilidahku, lalu ku coba sesendok lagi, sok-sokan lagaku seperti tester sejati.

“Enaak !!” Seru ku.

Dia tersenyum kecil dan menjewer pipiku, protes melihat ekspresi ku yang menipu. Aku lantas mengerenyit sambil mengusap pipiku yang dijewernya.

Ya, Dialah Mutiara Dian. Dian dan Aku pertama kali bertemu di Kos temanku yang juga adalah teman Dian. Disitulah kami berkenalan.

Dian  sering meminta pertolonganku. Sebagai imbalan nya Dian sering mentaktirku es krim. Berawal dari  secorong es krim-lah pertemanan kami semakin akrab.
Cewek berbadan ideal yang mengambil kuliah di jurusan kesehatan ini bisa di bilang addicted dengan es krim seperti sesuatu yang tak bisa di pisahkan. Karena hobi dan mimpinya ingin mempunyai usaha di bidang kuliner itu, Dian mengambil Cooking Class khusus membuat pastry. Dian termasuk golongan cewek yang cool dan tak banyak bicara, Terkadang Dian tidak bisa ditebak serta penuh kejutan.

Sore itu, Dian dengan sengaja menculikku dari kampus, Dian mengajakku berkunjung ke kedai es krim yang konon katanya sudah ada sejak jaman kolonial belanda. dan aku percaya itu, karena bangunan kedai itu sudah tua, interior kedai itu pun terlihat seperti di museum–mesueum sejarah, seperti meja kasir dan pintu yang sedikit tinggi terbuat dari kayu oak yang berpelitur, mesin kasir nya pun antik dengan type model tua, disisi sebelah kiri kedai terdapat roti-roti yang masih hangat terpajang dalam etalase tua, Demikian juga alat penimbangan kue yang sudah tua, bahkan pelayan nya pun tak ada yang muda, semua tua.

Dian bercerita sambil menerawang kearah langit-langit, kalo dia sering makan es krim disini ketika masih kecil bersama ibunya. Ia menceritakan kesukaannya terhadap tempat ini dan kegemaran nya makan es krim, alasan dirinya suka sekali makan es krim karena ibunya pernah mengatakan bahwa makanan yang manis itu bisa mengobati patah hati dan bad mood.

Aku hanya menatap wajahnya yang masih sedikit pucat dan mendengarkannya dengan setia karena antusias dengan apa yang ia lakukaan atau ia ceritakan.

“Semua orang hampir menyukai es krim bukan?” dia menatap ku lagi. Sialnya aku tertangkap mata karena menatapnya lamat-lamat, aku memalingkan wajah dan menyibukan diri dengan mengambil roti tanpa isi dan ku jejali roti itu dengan es krim tutti fruiti-ku.

“Termasuk kamu yang rakus, makan es krim sama roti” protes nya sambil tertawa kecil melihat kelakuanku melahap roti isi es krim.

“ini Enaaak, coba deh” sambil menyodorkan roti isi eskrim kepadanya sebagai upaya mengkamufalse salah tingkahku barusan. Dian lantas mencoba mengunyahnya dengan lahap, lalu tersenyum lagi tanda setuju kalo itu kombinasi yang enak.

“yeee, enak kan, sekarang kamu ketularan rakus” aku tertawa puas. Dan dia menjewer pipiku lagi. Kami pun kembali tertawa riang.

Mungkin, para pengunjung di kedai itu, melihat Aku dan Dian seolah pasangan kekasih romantis, yang sedang bersenda gurau. Tapi mereka salah besar. Kami tidak pacaran, tepatnya Dian punya pacar. Dian berpacaran dengan Bagas. Mengenai Dian dan Bagas aku tak tahu banyak karena Dian jarang sekali bercerita tentang hubungan mereka, setahuku mereka menjalin pertemanan semenjak mereka duduk di bangku SMA, lalu mereka saling menyukai dan berpacaran. Hanya itu yang ku tahu.

“Pulang yuk Lang, nanti ketinggalan jadwal nonton anime ” ajak Dian kepadaku sekaligus mengingatkan.

“Iya, hampir lupa..ayook” jawabku sambil beranjak dari kursi.
 ***

2 Tahun yang lalu. Di kedai es krim yang sama.

Dian tersenyum simpul penuh arti dan terlihat lebih menarik dengan kemeja abu-abu bermotif kotak-kotaknya kali ini rambutnya terikat rapih.

“Ta daaaa, Happy Birth Day” Dian menyodorkan sesuatu. Aku diam terpaku tak menyangka. Sebuah surprise !!

Malam itu di hari ke dua puluh dua di bulan oktober, Dian membuatkanku kue ulang tahun dengan motif bola dengan dominasi warna biru dan merah, seperti warna club kesukaanku, Barcelona. Lengkap dengan tulisan “Happy Birth Day Galang” diatas kepingan cokelat putih yang membuat kue itu semakin cantik dan tak lupa lilin.

“Jangan lupa berdoa dan make wish ya” Dian tersenyum Simpul lagi.

Aku meniup lilin itu, dan memejamkan mata dalam dua detik membuat permohonan. Kami merayakannya hanya berdua saja. Menikmati kue tart buatan Dian dan es Krim tentunya.

Tika, belum telepon juga?” Dian bertanya singkat.

Tika? Kenapa Dian nanya Tika lagi sih?. Aku hanya menggeleng. Singkat cerita, Tika adalah gadis yang sekarang dia sudah menyandang gelar mantan pacar. Tika dan Aku bertahan pacaran hanya beberapa tahun saja. Tika yang tidak pernah suka dengan hobiku yang menyukai capoeira. Terkadang itu menjadi bahan pertengkararan kami. Pada akhirnya kami memutuskan hubungan secara baik-baik namun dia lebih memilih menjalin hubungan denganTeman sekelasku di kampus bahkan sekarang mereka berdua sudah menikah dan di karuniai anak.

“Sudah, jangan sedih. Mungkin dia sibuk” ujarnya seraya menghiburku.

Puh, tak ada telepon pun tak masalah bagiku, lalu ku hanya diam dan menikmati es krim dan kuenya lagi.

“yang penting…” Ujar Dian. Hening sejenak. Aku menunggu dian melanjutkan kalimatnya. “ Ayah dan Adik, sudah telepon” lanjutnya sambil tersenyum.

Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat lalu membalas senyumannya “Tentu saja, itu yang penting” timpalku kepadanya. Kamu juga penting Yan.

Dian selalu peduli dan selalu mencoba menghiburku. Seorang teman yang selalu ada untukku, diberikan surprise seperti ini adalah pertama kali dalam hidupku, ada orang lain di luar anggota keluargaku yang membuat perayaan spesial seperti ini khusus untukku hanya seorang teman seperti Dian yang melakukannya. Teman? Lalu bagaimana dengan Bagas? Apakah dia melakukan hal yang sama kepadanya?

Pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba muncul di kepalaku, Mengapa aku ingin tahu detail bagaimana Dian memperlakukan Bagas? Bukan kah sebelumnya aku tak pernah peduli?

“Barusan make a wish apa?” Pertanyaan Dian membangunkan ku dari lamunan akibat pertanyaan–pertayaan aneh yang bermunculan dari kepalaku.

“Rahasia” Aku menjawab spontan. Lalu memasang muka jahil.

“Pelit” Dian pura-pura ngambek.

“Anyway Dian, thank a lot, you’re my best” Aku tersenyum. aku bahagia malam ini.

“Any time, Lang” balas Dian. Tersenyum simpul.

Malam itu diumur ku yang bertambah, Aku menyadari seorang duduk dihadapanku seperti sebuah es krim yang dalam diamnya terlihat cool, dalam senyumnya terasa manis, dan dalam katanya terdengar lembut. Dia yang membuatku menyadari sesuatu itu ada, tetapi sesuatu yang tak bisa aku jelaskan, tak bisa aku hitung dengan rumus matematika, dan tak bisa aku urai seperti senyawa kimia, dan sesuatu itu tidak hanya ada, tetapi hidup dan berdetak, dan kadang membuat dada ini sesak.
***

Segerombolan awan hitam, tak hentinya menumpahkan air kebumi, menadakan besarnya kerinduan langit pada bumi. Debu-debu yang menempel di jalanan dan gedung tua pun ikut terhanyut olehnya, membuahkan aroma tanah yang menyaingi aroma roti yang baru keluar dari pemanggangan sore itu. Kedai itu tak berubah sedikitpun, semua interiornya tetap tua di makan usia.

Dua jam yang lalu, aku dan Dian duduk bersama di kedai ini, wajahnya sudah tak sepucat dan setirus dulu, rambut nya pun tak seberantakan dan sepanjang satu tahun yang lalu, Dian terlihat baik-baik saja bukan?, Namun tak ada sedikit pun senyum didalam air muka Dian, Dia bersikap dingin, sedingin es krim di mangkuk dan cuaca di luar sana.

“Kenapa gak ada kabar Lang?” Dian menatapku serius. Nada suaranya dingin.

Aku tak sanggup memandang Dian, hanya tertunduk dan diam, lidah ini kelu untuk berucap memberi alasan yang sebenarnya.

“Aku sibuk Dian” Aku berbohong. “Maaf Dian, aku memang keterlaluan” ucapku sekali lagi. Menahan air mata yang nyaris keluar.

Setelah mendengar kata maaf itu Dian langsung mehenyakan punggungnya kesandaran kursi, seperti tak percaya hanya mendengar kata maaf dari seorang sahabat yang hanya pamitan lewat sms dan setahun kemudian tak ada kabar sedikitpun seperti menghilang di telan bumi. Aku tahu Dian pasti marah hebat kepadaku, tapi semenjak perasaan ini makin menguasai, persahabatanku dengan Dian terasa bias, tepatnya hanya aku yang merasa bias, aku tak kuasa lagi mempertahankan kepura-puraanku di depan Dian yang selalu bersikap baik kepadaku. Karena dengan sikap Dian yang seperti itu, mahluk yang bernama perasaan ini seperti di beri pupuk, dan akan terus tumbuh, walau aku susah payah memangkas nya tapi ini akan terus tumbuh tak terkendali dan akan terus membuatku merasa bahagia dan sakit dalam waktu yang bersamaan.
“Tapi kau baik-baik saja kan?” Ucap nya tenang.

Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat. Air mataku hampir jatuh. Aku tak boleh menangis di depan nya, ini hanya akan membuatnya semakin cemas. Mulutku kembali terbuka, namun tak bersuara, lalu aku mengangguk. Kembali menunduk. aku tahu perasaan Dian sekarang campur aduk antara marah dan cemas namun Dian selalu baik dan memaafkanku yang bertindak bodoh.

“Lalu bagaimana denganmu Dian?” ucapku terbata.

Dian tak menjawab, dia mentapku lekat-lekat, mungkin sikapku terlihat aneh dan membingungkan bagi Dian sehingga membuat penasaran, terlihat dari raut wajahnya sepertinya ia ingin menumpahkan beribu-ribu pertanyaan atas sikapku ini. Namun Dian menyerah, dia menghenyakan kembali punggungnya kesandaran kursi. Sedikit demi sedikit suasana diantara kami pun mencair, seperti es krim di mangkuk ini pun mencair.
***

Layaknya langit, aku pun sama, duduk berjam-jam disini sedang menumpahkan kerinduan pada kedai ini, kerinduan pada Es krim, kerinduan pada Dian. Scene potongan kejadian di pelupuk mataku sudah habis kuputar, kini aku mengembalikan fokus pandanganku tertuju ke suatu benda di atas meja, benda yg sedikit tebal dari kertas, berwarna merah, pemberian Dian dua jam yang lalu.

Entahlah sudah berapuluh kali aku membolak balik benda itu, dan entahlah lah sudah berapa kali hati ini merasa terbolak balik karena melihat isinya. Sebagai teman ini adalah kabar baik untukku, namun sebagai orang yang sedang tertimpa perasaan aneh ini adalah kabar buruk bagiku. Lalu dimana aku harus menempatkan diriku sendiri?

Butuh setahun aku men-sinkronisasi-kan antara hati dan logika ini untuk mendapatkan jawabnya, di mangkuk es krim yang ketiga ini aku baru dapat pemahamanya, bahwa tak pernah ada yang berubah dari sikap Dian kepadaku, dia selalu ada untukku, menyangiku sebagai sahabatnya. Aku-lah yang terlalu egois, tak mau ambil tindakan serta resiko untuk menyatakan nya dan malah pergi menghilang darinya yang hanya membuat Dian terluka.

Hujan sudah reda diluar sana, nampaknya langit sudah puas menyatakan kerinduanya pada bumi, aku lantas beranjak dari kursi kedai itu, menuju meja kasir yang tinggi, pelayan tua itu menatapku lalu tersenyum megucapkan terimakasih, aku hanya membalas senyum sekedarnya. Perasaanku masih campur aduk dan terasa sesak.

Aku melangkah gontai keluar kedai, berjalan menuju Statsiun hendak meninggalkan kota ini, dan aku berjanji, minggu depan aku kan datang lagi ke kota ini, menjadi saksi ucapan janji abadi sehidup semati antara Dian dan Bagas. aku akan hadapi semuanya, lari dari kenyataan adalah tidakan bodoh, bahwasanya sejauh apapun kita pergi, tak akan pernah membantu melupakan orang yang kita sayangi, yang membantu hanyalah sikap menerima kenyataan.

Biarlah aku menelan semua pahit dan sakit nya perasaan ini Dian, dan waktu yang akan mencernanya. Karena aku tahu, Rasa sakit ini hanya bersifat sementara, Karena secorong es krim akan menjadi obatnya, bukan?

Baca Chirpstories >>KLIK DISINI<<


----TAMAT---


"Tolong tinggalkan komentar, Kritik atau Saran untuk penulis. saya menerima Kritikan sepedas mungkin demi pengembangan diri" #pratamanovelis

Wednesday, May 8, 2013

Tentang Dia

hembus angin pagi mengingatkanku
tentang satu rindu
tentang paras semu
selalu menggoda tidurku

masa saat mimpi masih indah bersama
terbayang satu wajah 
penuh cinta nan penuh kasih
terbayang satu wajah
penih kehangatan

Tuhan ijinkanlah aku bahagiakan dia
meski dia bukan milikku
meski dia tlah jauh

Tuhan, biarkanlah aku berarti
dalam hidupnya yang penuh arti
sadarkan lah dia
tunjukan keberadaanku di hidupnya.

biarkan dia tahu
keberadaannya sangat berrti untukku
meski dia bukan milikku.
jangan biarkan dia sendu.

Monday, May 6, 2013

Perumahan kami menjadi Perkampungan kumuh.

ane gak tau bro harus mulai nulis dari mana. awalnya sih ane mau nulis yang serius buat ane upload ke site sebelah yang kesannya lebih formal tapi tiba tiba aja ni otak udah gak mood buat nulis di site sebelah. mungkin udah keburu kenyang sama berliter liter air yang nggenang di depan rumah ane ya bro. jadi ane putusin buat nulis disini.

monggo di lihat lihat gambar ini bro..




Gambar itu ane ambil beberapa menit yang lalu sebelum ane nulis ini bro.. itu adalah penampakan depan rumah ane malem ini kalo di lihat dari pintu depan bro.. bukan bukan, ane gak ada maksut buat pamerin motor ato mau majang foto ade ane sembarangan. tapi ane pengen nunjukin aer yang berlimpah ruah di depan rumah ane bro.
yaps,,, sudah beberapa minggu ini rumah ane di landa banjir bro dan banjirnya itu gak surut surut bahkan menurut isu yang beredar, banjir ini akan berlangsung selama 3 bulan tapi ane gak peduli bro, secara besok ane mau pergi ke purwokerto jadi masalah ini bukan masalah berat buat ane. jangan bilang ane egois bro, kasihan .

beberapa hari yang lalu keluarga ane kena musibah yang mengharuskan keluarga ane lebih dari 1 minggu menginap di rumah ane yang ada di kabupaten pekalongan . musibah ini gak ane critain disini ya bro. biarin nimbulin persepsi ato wacana ane juga gak peduli hhahaha. yang jelas selama lebih dari 1 minggu rumah ane yang di pekalongan ini gak keurus bro dan biasanya sih semuanya baik baik saja sampai kami kembali lagi kesini beberapa hari yang lalu ane sekeluarga sudah mendapati lautan bergeser bermeter meter sampai ke depan rumah ane bro. wah ane kesampean juga punya rumah di tengah lautan. 


banjir ini merubah segalanya bro. merubah kesan perumahan tempat ane tinggal ini yang katanya tergolong elite tiba tiba menjadi seperti perkampungan kumuh. sampah berserakan dimana mana dan perlu mas bro n mba bro tau. rumah ane ini merupakan salah satu dari beberapa rumah yang memiliki ketinggian lebih tinggi beberapa kali di bandingkan dengan rumah rumah lain di perumahan kami ini sehingga rumah ane ini hanya menggenang di teras saja namun jika mas bro n mba bro melihat rumah rumah lainnya.. hemm... besok dehh kalo sempet, sebelum ane pergi ke purwokerto ane update dulu foto foto di rumah rumah lainnya, malem ini ane males keluar rumah. jangankan ke luar rumah, lihat teras rumah sendiri aja males bro.

besok ane lanjut lagi aja bro.. malem ini ane harus istirahat buat besok. besok ane berangkat ke Purwokerto lagi bro. kembali lagi ke kehidupan ane setelah beberapa hari ini ane sempet lebih lama di rumah kerena keluarga besar kami terkena musibah :)
thanks dah baca.



update gambar :)

7 mei 2013 pagi hari