Hari ini saya kesal tapi sama sekali tak bisa saya ungkapkan. jadi saya lebih memilih menyampaikan kekesalah saya melalui cerpen fiktif ini. terkandung di dalamnya makna khiasan yang ingin saya sampaikan. saya mencoba memutar otak untuk menggunakan bahasa bahasa yang agak berat namun terbilang ringan untuk pembaca yang malas berpikir. selamat membaca.
“Kenapa bapak berikan formulir Bunuh Diri Massal 2012 pada dia?” Susi terheran-heran melihat Pak ketua
memberi formulir pada wanita yang baru saja keluar. Apa mulai saat itu semua
gender diterima pada acara ini?
“Biarkan saja, dia tak akan datang pada hari H nanti” jawab Pak ketua.
“Lalu, kenapa bapak berikan formulir itu pada dia? Dan tadi
bapak bilang bapak percaya dia adalah laki-laki” Tanya Susi lagi.
“Kamu perempuan atau laki-laki Susi?” Pak ketua malah balas bertanya.
“Untuk apa bapak tanyakan itu?”
“Jawab saja, kamu perempuan atau laki-laki?”
“Perempuan”
“Itulah bedanya, perempuan dengan laki-laki. Kalian perlu
pengakuan lewat pernyataan” jelasnya.
“Lalu?”
“Laki-laki tidak pernah memerlukan pernyataan Susi. Cukup
dibuktikan dengan tindakan dan tingkah laku. Nggak perlu seribet tadi”
“OK, lalu apa yang membuat bapak yakin kalau dia nggak akan
datang tanggal 22 nanti?”
“Simpel saja, karena dia bukan laki-laki”
***
Aku bingung, kenapa si ketua tadi akhirnya memberiku formulir. Aku jadi
meragukan kewanitaanku. Apa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi
menjadikanku sebagai laki-laki?
“Apa yang anda lakukan jika pacar anda diganggu orang?”
pertanyaan pertama dari si ketua.
“Melabrak yang mengganggunya” sebagai lelaki sejati, itulah jawabanku.
“Mana yang anda pilih? Bermain bola atau baseball?”
Ini lumayan sulit, setelah lama berfikir aku jawab “Bola”.
“Ke mana anda menghabiskan uang saku anda, belanja atau
tabungan?”
Tentu saja tabungan, aku bukan lelaki kemayu yang doyan
berbelanja.
Dan banyak lagi pertanyaan trivia semacam itu. Si ketua itu,
entah jenius atau memang gila. Dengan yakinnya dia bilang aku memang laki-laki.
Atau aku memang laki-laki? Ah… persetan! Perempuan atau laki-laki sudah tidak
penting lagi bagiku. karena satu hal yang pasti, aku ini calon mati.
Malam itu aku pulang agak terlambat dari biasanya. Saat memasuki ruang keluarga, aku
terkejut melihat Arifin sudah duduk di depan televisi, menonton sebuah acara
tentang sekumpulan laki-laki yang takut dengan isteri mereka. Pemandangan yang
agak kontras mengingat image nya
di mataku selama ini.
“Ah, sudah pulang rupanya” ayah menyambutku dengan keramahan
palsu.
Bundo langsung menarikku ke arah kamar.
“Ke mana saja kau sampai malam begini baru pulang?” omel bundo.
Kepalaku pening seketika.
“Aku… ak ku…” …
Ah… bodohnya aku, untuk apa lagi begitu terbata menjawab
pertanyaan bundo? Sudah saatnya aku menyuarakan apa yang ada dalam pikiran ini.
“Ah, sudah! Tak perlulah kau jawab pertanyaan itu. Hanya a a
saja yang bisa kau katakan sejak dulu! Kau temui itu Arifin, dia sudah tiga jam
menunggu”
“Aku nggak mau” jawabku datar.
Bundo tercekat, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah..
biru.. ungu.. apalah!!!
“Apa yang kau katakan ini?”
“Aku nggak mau! Biar saja dia menunggu, biar Tuhan mencongkel
mata serigalanya itu! Biar saja! Aku nggak peduli!!!”
“Apa maksud kau ini?” amarah bundo meledak.
Belum pernah memang aku melawan seperti ini, aku bukan anak durhaka,
aku nggak pernah mau masuk neraka. Tapi kini, neraka
sudah di depan mata. Sudah saatnya ku ciptakan surgaku sendiri, walau hanya untuk hari ini… dan
mungkin esok hari.
Ayah kini memasuki ruangan. Sempat terlihat tadi dari sudut
mataku Arifin memperhatikan kami dari ruang keluarga.
“Ada apa bundo?” Tanya ayah.
Bundo hanya menggeleng sambil memegangi kepalanya.
“Aku nggak akan menikah dengan serigala itu ayah!” kataku yakin.
Kini ayah yang tercekat, wajahnya juga berubah menjadi, yah… kau
tahu lah…
“Apa yang kau katakan ini?”
“Dengar ayah, aku nggak peduli dia datang dari keluarga
baik-baik atau apa. Toh nabi Nuh juga seorang yang baik-baik, tapi anaknya
adalah pengkhianat agama!”
“Al Azhar Kairo, atau manapun itu!!! Ayah sudah terlampau jauh
terpengaruh media. Ayah fikir para koruptor yang menggerogoti kehidupan bangsa
ini dulunya hanya lulusan universitas lokal saja?”
“Dan, Ya! Aku memang belum pernah ke luar negeri, terimakasih
ayah!!! Tapi menemani serigala itu melanjutkan S2? Sekali lagi, terimakasih
ayah!!”
Aku berjalan keluar kamar itu langsung ke pintu depan. Selamat
tinggal neraka dunia, saatnya mencari surga…
Bersambung........
Baca PESAN PENULIS