July 2009 ~ pratamagta

Friday, July 3, 2009

who is He??

Teeeett…teeett…teeett…!

“Baiklah, pelajaran hari ini kita sudahi sampai di sini, jangan lupa tugas di kumpul minggu depan. Selamat siang”.

“Selamat siang, Pak guru”.

“May, lo mau langsung ke tempat les atau mau ngapain dulu?” tanya Widya sambil merapikan buku-buku dan alat tulisnya yang masih berserakan di atas meja.

“Ke tempat les” jawab Maya singkat sambil memasukan buku terakhir ke tas sekolahnya.

“Kan masih lama mulai lesnya, kita ke…”.

“Duluan ya…” jawab Maya tidak mendengarkan omongan temannya, lalu bergegas keluar kelas.

“Maya, tunggu… ada apa sih” kejar Widya sambil mengerutu. Terburu-buru sekali temannya yang satu ini setiap ada jam les.
Padahal dulu kalau diajak les Maya paling malas, malah ia sering sekali bolos saat jam les. Ke mall lah, jalan-jalan, atau sekedar makan di tempat-tempat mereka nongkrong biasanya. Tapi kenapa seminggu belakangan ini Maya semangat sekali. Bahkan sehabis jam sekolah usai, Maya segera berangkat ke tempat les jika hari itu ada jam untuk les. Ini harus diselidiki, pikir Widya.

“Aduh…mana ya, jam segini kok belum dateng sih?” Maya gelisah di tempat duduknya sambil sesekali melihat arloji tangannya.

Tak berapa lama kemudian, datanglah seorang cowok dengan mengendarai sepeda gunung memasuki halaman balai bimbingan tersebut. Rasa lega dan bahagia memancar dari wajah Maya setelah mengetahui orang yang ditunggu-tunggunya sedari tadi akhirnya muncul.

Saat cowok itu selesai memarkir sepedanya, dan berjalan masuk ke dalam gedung bimbingan belajar tersebut, jantung Maya berdebar-debar karena cowok itu berjalan ke arahnya yang memang saat itu Maya duduk di ruang tunggu tepat di sebelah kiri pintu masuk.

Saat mengetahui cowok itu melihat ke arahnya, Maya pura-pura cuek dan sibuk membuka-buka buku pelajarannya. Saat melewatinya, cowok itu tersenyum kepada Maya dan langsung masuk ke dalam kelas. Mendapat senyuman dari cowok itu, yang menurut Maya sangat-sangat manis dan menawan itu, jantungnya berdetak jauh lebih cepat dari sebelumnya.

“Manis sekali…” gumam Maya.

“Hei…! Ngapain duduk di sini, jadi dari tadi terburu-buru ke sini cuma buat duduk-duduk di sini doang?” bentak Widya yang ternyata juga sudah samapi di tempat itu sambil menepuk bahu Maya.

Dikejutkan seperti itu, Maya jadi sewot karena kesenangannnya mengagumi senyuman yang baru saja didapatnya dari cowok tadi tiba-tiba lenyap.

“Emangnya kenapa kalau gue duduk di sini? jawab Maya masih sewot.

Melihat perubahan sikap temannya Widya jadi curiga. Tadi sewaktu dia datang Maya sedang senyum-senyum sendiri, terus waktu dikagetin kok jadi marah, pasti ada sesuatu nih, pikir Widya.

“Kali ini lagi jatuh cinta sama sapa?” tanya Widya sambil lalu.

“Jadi ini namanya jatuh cinta?”

“Hah… beneran?” kata Widya heran.

Maya hanya tersenyum dan langsung masuk ke dalam kelas. Widya jadi bingung, pertanyaannya dijawab dengan senyuman seperti itu. Ia pun menyusul Maya ke kelas.

“Elo serius? sama sapa? Gue kenal nggak? Anak sekolah kita bukan?” tanya Widya bertubi-tubi sambil duduk di sebelah Maya.

“Ada deh…”

“Ayo dong bilang siapa, kan elo tuh jarang-jarang ngelirik cowok apalagi sampe’ jatuh cinta kayak gini”

“Beneran mau tau?”

“He-eh”

“Lihat cowok yang pake’ kaos putih ama jaket biru plus jeans biru di kelas sebelah itu gak?”

“Yang mana?” tanya Widya sambil matanya mencari-cari sosok yang digambarkan Maya.

“Itu.. yang lagi ngobrol ama temen-temennya, dia pegang pena item” lanjut Maya sambil memandang cowok pujaan hatinya itu dengan mata besinar-sinar, kagum.

“Oh yang itu, keren juga kok, namanya siapa?”

“Nggak tahu”

“Nggak tahu? Kok nggak tahu sih, kalau alamat rumahnya atau nomor teleponnya tahu kan?”

“Nggak juga”

“Kalau gitu sekolahnya kamu tahu kan?”

“Itu gue juga nggak tahu”

“Terus yang elo tahu dari dia apa?”

“Enggak ada”

“Elo bilang nggak ada?, jadi elo nggak tahu apa-apa tentang tuh cowok? kok bisa…!” kata Widya sambil keheranan.

“Iya ya? Tapi kalau dibilang nggak tahu apa-apa juga nggak sih. Menurut gue, dia itu cowok paling keren, paling ganteng and paling ramah yang pernah gue temuin. Lihat dong badannya tinggi kan, rambutnya lurus, kulitnya juga nggak putih ataupun item-item amat, dan yang paling penting senyumnya itu, maniiis bangeeet” jawab Maya sambil memandangi cowok itu.

“Haah…! Jadi lo suka sama cowok, tapi elo nggak tahu apa-apa tentang cowok itu? Menurut gue, elo tuh nggak ‘sehat’, tahu nggak?”

“Yang penting kan gue suka ama dia”

“Iya, tapi tetep aja elo harus tahu siapa dia, emangnya elo nggak mau kalau nantinya bisa deket ama dia, atau malahan elo bakal jadian ama dia?”

“Gue sih mau banget deket ama dia, apalagi sampe’ jadian, uu..h mau bangee…tt? bantuin gue ya” kata Maya dengan suara memohon.

“Oke deh, ntar gue bantuin, tapi gue dapet apa dong?”

“Apa pun yang elo mau, asal nggak sampe’ ngerugiin gue aja”

“Oke..”

“Oke!” jawab Maya cepat.

“Udah dong sekarang dah mau mulai tuh pelajaran tambahannya”

“Iya iya”.

***

Keesokan harinya di sekolah.

“Widya, badan gue panas gak? Apa gue demam ya?” tanya Maya tiba-tiba setelah terburu-buru kembali dari kantin.

“Badan lo nggak panas tuh, emangnya kenapa? Elo nggak enak badan? jawab Widya sambil memegang kening dan leher Maya.

“Tadi gue lihat tuh cowok di kantin”

“Cowok yang mana? Yang pasti bukan cowok yang elo taksir kan?”

“Itu dia, yang gue maksud ya cowok itu”

“Defry…!”

“Siapa itu Defry?”

“Oh iya gue lupa mau ngasih tahu elo, baru kemarin gue tahu kalau nama tuh cowok namanya Defry, lagian nggak mungkin dong May, dia kan bukan siswa sini”

“Jadi namanya Defry ya, tapi gue bener-bener lihat dia kok”

“Maya, Widya udah tahu belom kalau kita sekarang ada siswa baru, cowok, keren lagi, dia kelas tiga dan masuk kelas tiga IPA 1” kata Vera tiba-tiba saat dia dan teman-temannya lewat di sebelah mereka berdua.

“Apa…!” jawab Maya dan Widya berbarengan, lalu segera beranjak dari situ.

“Hei…! Kalian kenapa sih?” tanya Vera keheranan melihat kedua temannya tiba-tiba terkejut dan bergegas pergi.

***

“Tuh kan bener, kalau gue sama sekali nggak salah lihat” kata Maya sambil terus berjalan ke arah kelas IPA.

“Yang penting kita pastiin dulu, bener nggak dia orangnya”

Sesampainya di kelas IPA yang mereka sama sekali tidak menemukan cowok yang mereka cari. Kelas itu masih sepi, cuma ada beberapa siswa yang ada di kelas.

“Nggak ada tuh”

“Mungkin masih di kantin”

“Kita ke sana?”

“Ayo…!”

Teeett…teeett…!

“Yah udah bel masuk, nanti aja ya pulang sekolah, kita pastiin aja lagi”

“Oke deh, kita ke kelas yuk”.

Lalu mereka berduapun menuju ke kelas mereka dengan pertanyaan yang masih menggantung dan rasa penasaran yang teramat sangat.

Saat pulang sekolah.

“Jadi bener ya mbak anak baru yang pindahan itu namanya Defry?” tanya Widya kepada salah satu siswi yang baru saja keluar dari kelas IPA 1 itu.

“Iya bener, tapi sekarang anaknya sudah pulang, kalian kenal ya?”

“Begitulah mbak…terimakasih ya kami pulang dulu”

“Karena anaknya juga udah pulang, kita besok aja ya nemuinnya, yang penting kita udah tahu kalau tuh cowok bener-bener ada di sekolah ini” kata Widya.

“Oke deh, lagian denger dia ada di sekolah ini gue jadi seneng, soalnya kesempatan gue deket ama dia makin terbuka lebar”.

“Pulang yuk…”

***

“Siang Yah” sapa Maya kepada ayahnya yang sedang duduk di ruang keluarga.

“Siang, sudah pulang, nggak les?”

“Hari ini kan ngak ada jadwal les . kok Ayah jam segini udah di rumah?

“Iya, ada sedikit persiapan yang harus ayah lakukan di rumah”

“Persiapan? Buat apa?”

“Kamu ingat sewaktu Ayah bilang kalau ayah akan memberikan ibu baru untuk menggantikan posisi ibumu yang sudah meninggal. Sekarang ayah sudah dapat yang cocok dan akan ayah kenalkan padamu malam ini, kamu nggak keberatan kan?

“Kalau itu udah pilihan ayah dan ibu baru ini baik dan nantinya bisa menyayangi ayah dan Maya, juga mendidik Maya dengan baik pula, Maya sih nggak keberatan, terserah Ayah saja”

“Terima kasih sayang, kalau begitu kamu malam ini nggak kemana-mana kan, soalnya calon ibu barumu ini punya seorang anak yang sebaya denganmu, kalian pasti bisa berteman nantinya”

“Oh ya, seru dong, semoga saja kita bisa temenan dan jadi saudara yang baik ya. Yah, Maya ke kamar ganti baju dulu ya”.

“Iya sayang” jawab Ayahnya sambil tersenyum.

***

Malam harinya.

”Assalamu’alaikum. Selamat malam?”

“Kalian sudah dating rupanya, ayo masuk”

“Terima kasih”

“Maya mana mas, kok nggak kelihatan”

“Ada kok lagi di kamarnya, siap-siap untuk ketemu ibu barunya, dia nggak mau kalah cantik sama calon ibu barunya nanti katanya”

“Duduk yuk, santai saja ya, saya panggil Maya dulu” lanjut Ayah sambil mempersilahkan tamu istimewanya untuk duduk di ruang tamu.

“Iya mas”

Saat itu Maya keluar dari kamarnya dan menuju ruang tamu untuk menemui tamu istimewa malam ini sambil tersenyum manis.

“Oh ini dia anak Ayah sudah keluar, sini Maya. Kenalkan ini Rina yang akan jadi ibumu nanti”

“Halo tante apa kabar, saya Maya”

“Kabar baik Maya, kamu cantik sekali”

“Terima kasih tente”

“Nah kalau yang ini anak Tante Rina yang akan jadi saudara juga akan jadi temanmu, namanya Defry, kalian seumuran kan?” lanjut Ayahnya memperkenalkan tamu istimewanya yang satu lagi.

“Halo Maya, saya Defry apa kabar?”

“Defry…” hanya itu yang keluar dari mulut Maya, heran. Maya sama sekali tidak bisa mengatakan sepatah katapun bahkan senyuman di wajahnya langsung hilang. Cowok di depannya adalah cowok keren dan misterius yang selama ini dia sukai dan sekarang cowok itu ada di depannya sambil menjabat tangannya dan tersenyum manis.

Cowok yang selama ini dia cari-cari dan selalu ada di pikirannya. Cowok yang membuatnya jatuh cinta kini ada di depannya dan mengenalkan diri sebagai saudara tirinya.

“Ya Tuhan… bagaimana ini”.